Aku Bicara, Tapi Dunia Terlalu Berisik untuk Mendengar
Ada kalanya aku mencoba bicara. Tentang apa yang kurasa, tentang apa yang kutahan, tentang hal-hal kecil yang membuat napasku berat. Tapi dunia sering terlalu sibuk dengan suaranya sendiri.
Kadang aku mulai dengan, “Aku sebenarnya gak apa-apa, tapi…”
Tapi belum selesai aku bicara, orang sudah menyela, mengalihkan, atau malah membandingkan.
Aku tahu, semua orang sedang berjuang. Tapi apakah itu alasan untuk saling berlomba siapa yang paling sakit?
Aku hanya ingin didengar. Bukan dihakimi. Bukan disalahkan. Bukan dinasihati dengan tergesa-gesa.
Rasanya seperti berdiri di tengah keramaian, berteriak sekuat tenaga, tapi semua orang memakai headphone. Mereka mendengar, tapi tak benar-benar mendengarkan.
Aku mulai berpikir, mungkin memang lebih aman diam. Tapi diam juga menyakitkan, karena isi kepala terus berbicara tanpa jeda.
Hari ini, aku menulis ini bukan untuk mengeluh. Tapi untuk mengingatkan diriku sendiri: suaraku juga penting. Perasaanku juga valid. Aku layak untuk didengar.
Mungkin inilah sebabnya akau mulai lebih sering menulis. Karena tulisan tidak menyela, tidak menghakimi, tidak terburu-buru membalas. Tulisan hanya ada... dan menerima.
Ditengah dunia yang terlalu cepat, terlalu bising, dan terlalu penuh saran, kadang satu-satunya tempat aman adalah lembar kosong dan kata-kata yang pelan.
Aku tidak ingin selalu menjadi kuat. Aku hanya ingin didengar tanpa harus menjelaskan segalanya.
Karena saat seseorang mau diam sejenak dan benar-benar mendengarkan, itu bukan sekedar perhatian... itu bentuk cinta paling sederhana.
Dan kalau kamu juga merasa seperti ini… semoga tulisan ini bisa jadi suara kecil yang menemanimu dalam sunyi.
Komentar
Posting Komentar