Menjadi Perempuan di Tengah Ekspektasi Dunia

 Menjadi perempuan bukan sekedar peran, tapi perjuangan untuk tetap jadi diri sendiri di tengah standar yang tak pernah adil.

"Perempuan itu harus kuat."
"Harus bisa ini, harus bisa itu."
"Sudah umur segini, kok belum menikah?"
"Kalau sudah menikah, kapan punya anak?"

Kalimat-kalimat itu seperti gema yang terus mengikuti langkah kita sebagai perempuan. Tak peduli seberapa jauh kita melangkah, selalu saja ada ekspektasi yang menggantung seperti awan gelap di atas kepala.

Menjadi perempuan di dunia ini seringkali terasa seperti perlombaan tanpa garis akhir. Kita didorong untuk sempurna--cantik tapi jangan terlalu mencolok, mandiri tapi jangan mengalahkan pasangan, lembut tapi jangan terlalu lemah. Kita diminta untuk memahami semua orang, tapi siapa yang benar-benar ingin memahami kita?

Di antara tuntutan itu, kita belajar berdiri sendiri. Tapi bukan berarti tak pernah merasa lelah. Kadang kita ingin menangis, tapi takut dibilang drama. Kita marah, tapi takut dicap emosional. Kita butuh ruang, tapi dunia menuntut kita untuk selalu siap sedia.


Namun hari ini, mari kita berhenti sejenak. Menyadari bahwa tak ada yang salah dari menjadi perempuan yanag lelah, rapuh, bahkan salah arah. Kita tidak diciptakan untuk menyenangkan semua orang. Kita hidup untuk menjadi diri sendiri--dengan segala kelebihan dan kekurangan yang kita punya.


Untuk setiap perempuan yang sedang berjuang, kamu tidak sendiri. Dan kamu tidak harus sempurna. Yang kamu butuhkan hanyalah jadi dirimu... Itu sudah lebih dari cukup.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

The Unspoken (Yang Tak Pernah Dibicarakan)--Part 1

RINTIK YANG TERTINGGAL